Wednesday, April 9, 2014

Rumahku adalah dimana ibuku berada

karena saya begitu menyayangi dia sehingga saya ingin dia sempurna, rasanya memang menyakitkan kalau cinta kita terlalu besar,
aku selalu berusaha untuk bangkit dari bayang-bayang masa lalu dimana dulu dia berteriak disertai nafas yang kembang kempis entah karena nada bicaranya bersemangat atau kehabisan nafas akibat emosi. baru aku mengerti di saat umur berjalan di angka belasan, dia adalah orang dewasa dan aku balita nakal yang suka bolak-balik tangga. Benar saja kepalaku bocor dan meninggalkan bekas luka di alis mata sebelah kiri hingga sampai saat ini terpajang disitu. ia terlalu bermakna untuk di acuhkan, terlalu dekat untuk di jauhkan, terlalu mustahil untuk di lupakan terlalu berharga untuk di tinggalkan, terlalu berarti bagiku sampai harus mendoa’kannya di setiap shalat lima waktuku.
maaf, maaf ma.. aku sekarang sudah enambelas tahun sudah duduk di bangku SMA, sudah tidak ada lagi yang perlu di cemaskan dari anak tangga yang ujungnya meruncing dan anak yang tidak bisa dinasehati dengan kata halus , walau begitu dia tidak pernah membuat luka di tubuhku dengan tindakan gelap mata, meskipun nanti masalah yang di temukan akan datang dengan penyelesaian yang makin sulit.
bentakan yang menyebalkan merupakan peringatan, omelan tajam yang keluar dari bibir tipis itu adalah tanda cinta, ucapan yang dikeluarkan adalah doa, semua hal, semua perlakuan, apapun kelakuanya adalah semata kerena ketulusan jiwa raganya demi anak yang dia jaga di dalam perutnya selama sembilan bulan, untuk nyawa yang pernah ia bendung di dalam kesakitan tubuhnya bahkan dialah satu-satunya manusia di bumi ini yang menyayangi nyawa ku melabihi nyawanya sendiri, meski dia adalah bukan gambaran ibu impian yang selalu membelai rambutku disaat aku sedang duduk berdua di ruang tv namun dialah seseorang yang tidak pernah menuntutku untuk menjadi sempurna, dengan memberikan nafasnya untuk aku nafaskan.
Sudahlah... aku terlalu lelah dengan rasa benciku dengan aturannya yang selalu bilang " pungut kotoran yang jatuh di lantai , kalau jijik dengan semut yang bergerombol" " bersihkan centong jika masih ada sebutir nasi yang menempel" , " buang sisa makanan ke tempat sampah setelah mencuci piring agar tidak menyumbat saluran air", "habiskan air yang sudah di tuang ke gelas jangan suka membuangnya" "rapihkan botol sampo dan puff ketempatnya seperti semula , 10 menit cukup untuk mandi sampai bersih" , "jangan lupa lap kaki setelah dari kamar mandi , kalau tidak mau jatuh seperti kemarin". (sempurna.., logika ini membuat mataku terbuka)
Sekarang saatnya anak perempuan bersahabat dengan ibunya seorang malaikat yang mengorbankan sayapnya untuk menjadikanku manusia, lalu bagaimana? segera berbaik-baiklah dengan dia, dan penuhilah wajahnya dengan seribu ciuman, selagi kita masih bisa mendengar suaranya yang tidak enak didengar itu, selagi dia masih mampu repot-repot menceramahi dengan mulut yang berbusa, berdamai, dan mulailah hidup dengan cinta yang sempurna, cuma dia ibu kita, mau dicari keliling dunia tetap kita merupakan "cetakan" yang telah di stempel dengan cap yang telah melekat di diri kita.